“Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel." KJV - Keluaran 19:4-6
“Dari Rafidim bangsa itu melanjutkan perjalanan mereka, mengikuti gerak tiang awan itu. Jejak langkah mereka telah menyusuri padang-padang yang tandus, tebing yang curam dan melalui deretan gunung batu. Sering sementara mereka berjalan di padang pasir itu, mereka melihat di hadapan mereka gunung-gunung yang curam seperti benteng-benteng raksasa, menjulang tinggi ke atas dan menghalangi jalan mereka dan seolah-olah tidak memungkinkan mereka untuk maju terus. Tetapi apabila mereka telah berada di dekatnya, di sana sini terlihat jalan terbuka di gunung-gunung itu dan di seberang sana, satu padang datar yang luas terbentang di hadapan mereka. Sekarang mereka dipimpin untuk melewati salah satu jalan kecil yang berbatu-batu. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat hebat dan mengesankan. Di antara gununggunung batu yang menjulang tinggi beratus-ratus kaki sebelah menyebelah, seperti air sungai yang mengalir, sejauh mata memandang, bang-sa Israel bersama-sama dengan kawanan kambing domba mereka itu bergerak maju. Dan sekarang di hadapan mereka dengan megahnya Bukit Sinai menampilkan bagian depannya. Tiang awan itu berhenti di atas puncaknya, dan mereka pun mendirikan kemah-kemah mereka di atas padang di kaki bukit itu. Tempat ini menjadi tempat kediaman mereka hampir satu tahun lamanya. Pada waktu malam tiang api memberikan jaminan kepada mereka akan perlindungan Ilahi dan sementara mereka tertidur, dengan perlahan-lahan roti surga itu jatuh ke atas tempat kediaman mereka.” PP 301.2
Bacalah Keluaran 19:1–8. Apa yang dijanjikan Allah kepada mereka di sini, di kaki Gunung Sinai?
Segera setelah berkemah di Sinai, Musa dipanggil ke atas gunung untuk bertemu dengan Allah. Sendirian ia mendaki jalan yang curam dan berbatu itu, dan mendekati awan yang menandai tempat hadirat Tuhan. Israel sekarang ini akan dibawa ke satu hubungan yang intim dan istimewa, kepada Yang Maha Tinggi – untuk ditetapkan sebagai satu jemaat dan satu bangsa di bawah pemerintahan Allah. Pesan kepada Musa untuk disampaikan kepada bangsa itu adalah: PP 303.1
“Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagiKu kerajaan imam dan bangsa yang kudus.” PP 303.2
Musa kembali ke perkemahan dan setelah mengumpulkan pemimpin-pemimpin orang Israel, ia mengulangi kembali kepada mereka pesan Ilahi itu. Dan jawab mereka adalah, “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan.” Dengan demikian mereka telah memasuki satu perjanjian yang khidmat dengan Allah, mereka berjanji akan menerima Dia sebagai pemerintah mereka, yang dengan demikian mereka menjadi, dalam cara yang istimewa, rakyat kekuasaan Allah. PP 303.3
Kembali pemimpin mereka itu naik ke atas gunung, dan Tuhan berkata kepadanya, “Sesungguhnya Aku akan datang kepadamu dalam awan yang tebal, dengan maksud supaya dapat didengar oleh bangsa itu apabila Aku berbicara dengan engkau, dan juga supaya mereka senantiasa percaya kepadamu.” Apabila mereka menemui kesulitan-kesulitan dalam perjalanan, mereka cenderung untuk bersungut-sungut terhadap Musa dan Harun, dan menuduh mereka telah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir untuk membinasakan mereka. Tuhan menghormati Musa di hadapan mereka, agar mereka dapat dituntun untuk mentaati segala petunjuk-petunjuknya. PP 303.4
Bacalah Keluaran 19:9–25. Bagaimana Allah mempersiapkan Israel untuk menerima Sepuluh Hukum?
Allah bermaksud untuk menjadikan peristiwa di mana Ia akan mengucapkan hukum-Nya itu sebagai satu pemandangan yang hebat dan mengagumkan, sesuai dengan sifat-Nya yang agung itu. Bangsa itu harus diberi kesan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan pelayanan kepada Allah harus diperlakukan dengan sikap hormat yang paling dalam. Tuhan berkata kepada Musa, “Pergilah kepada bangsa itu; suruhlah mereka menguduskan diri pada hari ini dan besok, dan mereka harus mencuci pakaiannya. Menjelang hari ketiga mereka harus bersiap, sebab pada hari ketiga Tuhan akan turun di depan mata seluruh bangsa itu di Gunung Sinai.” Selama dua hari itu semua orang harus memakai waktunya dalam persiapan yang khidmat untuk menghadap Allah. Diri dan pakaian mereka harus dibersihkan dari kekotoran. Dan apabila Musa menunjukkan dosa-dosa mereka, mereka harus merendahkan hati, berpuasa dan berdoa agar hati mereka dapat dibersihkan dari kejahatan. PP 303.5
Persiapan-persiapan itu diadakan sesuai dengan perintah; dan sehubungan dengan anjuran yang berikutnya, Musa memerintahkan agar satu pagar didirikan di sekeliling gunung itu, supaya jangan ada baik manusia atau binatang menjejakkan kakinya ke atas tempat yang suci itu. Jikalau seseorang berani sekalipun hanya menyentuhnya saja, maka hukumannya adalah mati seketika itu juga. PP 304.1
Pada pagi hari yang ketiga, apabila pandangan semua orang diarahkan ke gunung itu, puncaknya ditutupi awan yang tebal, yang semakin lama semakin gelap dan pekat, dan kemudian awan itu terus turun sampai ke kakinya sehingga seluruh gunung itupun diselimuti oleh kegelapan dan misteri yang mengagumkan. Kemudian satu bunyi seperti bunyi sebuah sangkakala terdengar, menyuruh bangsa itu untuk berkumpul dan menghadap kepada Tuhan; dan Musa memimpin mereka bergerak maju ke kaki gunung itu. Dari kegelapan yang pekat itu kilat memancar dengan terangnya, sementara gemuruh guntur menggema di antara puncak-puncak gunung yang ada di sekitarnya. “Gunung Sinai ditutupi seluruhnya dengan asap, karena Tuhan turun ke atasnya dalam api; asapnya membubung seperti asap dari dapur, dan seluruh gunung itu gemetar sangat.” “Kemuliaan Allah seperti api yang menghanguskan di atas puncak gunung itu” kepada penglihatan dari pada perhimpunan orang banyak itu. Dan “bunyi sangkakala kian lama kian keras.” Begitu dahsyat tanda-tanda kehadiran Tuhan sehingga orang-orang Israel gemetar ketakutan dan bersujud dengan muka mereka sampai ke bumi. Bahkan Musa sendiri berseru, “Aku sangat gemetar dan sangat ketakutan.” Ibrani 12:21. PP 304.2
Dan sekarang gemuruh guntur berhenti; bunyi sangkakala tidak terdengar lagi; bumi menjadi hening sekali. Suasana waktu itu tenang dan khidmat, dan kemudian suara Allah terdengar. Dengan bersabda dari dalam kegelapan yang pekat yang menyelimuti-Nya, apabila Ia berdiri di atas bukit itu dengan dikelilingi oleh sepasukan malaikat, Tuhan telah memberitahukan hukum-Nya. Musa, dalam menggambarkan pemandangan itu, berkata, “Tuhan datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di sebelah kanan-Nya tampak kepada mereka api yang menyala. Sungguh Ia mengasihi umat-Nya; semua orang-Nya yang kudus – di dalam tangan-Mulah mereka, pada kaki-Mulah mereka duduk, menangkap sesuatu dari firman-Mu.” Ulangan 33:2, 3. PP 304.3
Bacalah Keluaran 20:1-17. Apa saja prinsip-prinsip Dekalog, dan bagaimana strukturnya?
Hukum yang diucapkan pada saat itu bukanlah terbatas hanya untuk keuntungan orang Ibrani saja. Allah telah menghormati mereka dengan menjadikan mereka sebagai penjaga dan pemelihara hukumNya, tetapi itu harus dijaga sebagai barang titipan yang suci bagi seluruh dunia. Peraturan-peraturan Hukum Sepuluh itu disesuaikan kepada seluruh umat manusia, dan semuanya itu diberikan untuk menjadi petunjuk serta pemerintah bagi semua orang. Sepuluh peraturan, singkat, mencakup keseluruhan, dan mempunyai wewenang, mencakup tanggung jawab manusia kepada Allah dan kepada sesama manusia; dan semuanya itu dialaskan atas prinsip kasih yang agung itu. “Hendaklah engkau mengasihi Allah Tuhanmu dengan sebulat-bulat hatimu dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segala kuatmu dan dengan sepenuh akal budimu dan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Lukas 10:27. (Lihat juga Ulangan 6:4, 5; Imamat 19:18). Di dalam Sepuluh Hukum itu prinsip-prinsip ini dijelaskan dengan terperinci, dan dapat digunakan kepada keadaan sekeliling dalam hidup manusia. PP 305.2 (PB1 319.3)
Pada saat itu ia tidak mempercayakan hukumNya itu ke dalam ingatan satu bangsa yang cenderung untuk melupakan tuntutan-tuntutanNya, melainkan Ia telah menuliskannya di atas loh batu. Ia mau membuangkan dari Israel segala kemungkinan untuk mencampur-baurkan tradisi-tradisi kapir dengan hukumNya yang suci, atau mengacaubalaukan tuntutan-tuntutanNya dengan adat kebiasaan manusia. Tetapi Ia tidak berhenti hanya dengan memberikan kepada mereka peraturan-peraturan dari Sepuluh Hukum itu saja. Bangsa itu telah menunjukkan diri mereka sangat mudah untuk tersesat sehingga Ia tidak mau membiarkan satupun pintu pencobaan yang tidak dijaga. Musa diperintahkan untuk menuliskan, sebagaimana dikatakan Allah kepadanya, pertimbangan-pertimbangan serta hukum-hukum sambil memberikan petunjuk-petunjuk yang terperinci tentang apa yang dituntut. Petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan tugas bangsa itu kepada Allah, kepada satu dengan yang lainnya, dan kepada orang-orang asing hanyalah merupakan prinsip-prinsip daripada hukum Allah yang diperluas, dan diberikan dalam cara yang khusus agar tidak seorangpun keliru. Mereka dimaksudkan untuk menjaga kesucian hukum-hukum yang diukirkan dalam loh batu itu. PP 364.1 (PB1 381.1)
Jikalau manusia telah menurut akan hukum Allah, sebagaimana yang telah diberikan kepada Adam setelah kejatuhannya, telah dipelihara oleh Nuh dan diturut oleh Ibrahim, maka tidak perlu diadakan upacara sunat. Dan jikalau keturunan Ibrahim telah memelihara perjanjian itu, untuk mana sunat adalah merupakan satu tanda, mereka tidak akan pernah terjerat oleh penyembahan berhala, dan tidak perlu bagi mereka untuk menderita perbudakan di Mesir; mereka akan memelihara hukum Allah di dalam pikiran mereka, dan hukum itu tidak perlu diumumkan dari Sinai atau diukir di atas loh batu. Dan kalau bangsa itu mempraktekkan prinsip-prinsip Sepuluh Hukum itu, maka tidak perlu petunjuk-petunjuk tambahan diberikan kepada Musa. PP 364.2 (PB1 381.2)
Bacalah Yakobus 1:23–25. Apa yang dimaksudkannya, dan bagaimana kata-kata ini membantu kita memahami fungsi dan pentingnya hukum, meskipun hukum itu sendiri tidak dapat menyelamatkan kita?
“Betapa agung Allah kita! Ia memerintah kerajaan-Nya dengan tekun dan penuh kasih sayang, dan Ia telah membangun pagar pelindung – Sepuluh Hukum – di sekitar umat-Nya untuk melindungi mereka dari akibat pelanggaran. Dengan menuntut ketaatan terhadap hukum-hukum kerajaan-Nya, Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan, damai sejahtera dan sukacita kepada umat-Nya. Ia mengajarkan kepada mereka bahwa kesempurnaan karakter yang Ia tuntut hanya dapat dicapai dengan mengenal firman-Nya.” CT 454.1
Melalui Musa Allah menasihati orang Israel: “Akan tetapi hari-hari Sabat-Ku harus kamu pelihara; sebab itulah peringatan antara Aku dan kamu turun temurun; sehingga kamu mengetahui bahwa Akulah Tuhan yang menguduskan kamu. Haruslah kamu pelihara hari Sabat itu; sebab itulah hari kudus bagimu: siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah dihukum mati: sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya….. Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan Sabat, turun temurun menjadikan perjanjian kekal. Antara Aku dan orang Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang Ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat.” Keluaran 31:13-17. PK 179.3
Di dalam kata-kata ini Tuhan dengan jelas menggariskan penurutan sebagai jalan menuju Kota Allah; tetapi orang berdosa telah mengubahkan tiang penunjuk jalan, mengarahkannya ke tujuan yang salah. Manusia telah membuat Sabat palsu dan telah menyebabkan pria dan wanita merasa bahwa oleh berhenti pada hari itu mereka telah menurut akan perintah Khaliknya. PK 179.4
Banyak guru-guru agama mengatakan bahwa Kristus oleh kematian-Nya telah menghapuskan hukum itu, dan oleh karena itu manusia dibebaskan dari tuntutan hukum itu. Sebagian menggambarkan hukum itu sebagai kuk yang kejam dan memberatkan serta menyusahkan. Dan bertentangan dengan perhambaan hukum itu, mereka menawarkan kebebasan yang akan dinikmati di bawah Injil. GC 466.1
Tetapi para nabi dan para rasul tidak menganggap hukum Allah yang suci itu demikian. Daud berkata, “Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu.” (Mazmur 119:45). Rasul Yakobus, yang menulis sesudah Kristus mati, menganggap hukum itu sebagai “hukum utama” dan “hukum yang sempuma, yaitu hukum yang memerdekakan orang.” (Yakobus 2:8; 1:25). Dan Pewahyu, setengah abad setelah penyaliban Kristus, mengumumkan suatu berkat atas mereka “yang melakukan perintah-perintah-Nya, sehingga mereka berhak menghampiri pohon kehidupan, dan masuk melalui pintu gerbang ke dalam kota itu.” Wahyu 22:14 GC 466.2
Biarlah masing-masing yang merasa cenderung untuk menjadikan pernyataan yang tinggi dari kesucian melihat ke dalam cermin hukum Allah. Sementara mereka melihat tuntutan-tuntutannya yang jauh menjangkau, dan mengerti pekerjaannya sebagai ketajaman pikiran dan isi hati, mereka tidak akan membanggakan hal tidak berdosa. “Jika kita,” kata Yohanes, tidak memisahkan dirinya dari saudara-saudaranya, “berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.” “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga ia mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” 1 Yohanes 1:8, 10, 9. AA 562.2
Baca Roma 3:20-24. Meskipun Paulus sangat jelas bahwa kita tidak dapat diselamatkan dengan menaati Sepuluh Perintah Allah, bagaimana seharusnya perintah-perintah itu berfungsi dalam kehidupan kita?
“Tidak ada keselamatan, ketenangan, atau pembenaran dalam pelanggaran hukum. Manusia tidak dapat berharap untuk berdiri suci di hadapan Allah dan damai dengan-Nya melalui karya penebusan Kristus, sementara ia terus berbuat dosa. Ia harus berhenti berbuat dosa dan menjadi setia dan jujur. Ketika orang berdosa memandang ke dalam cermin moral yang besar, ia melihat kelemahan karakternya. Ia melihat dirinya apa adanya, bernoda, tercemar, dan terkutuk. Namun, ia tahu bahwa hukum tidak dapat dengan cara apa pun menghapus dosa atau mengampuni pelanggar. Ia harus melangkah lebih jauh dari itu. Hukum hanyalah guru yang membawa ia kepada Kristus. Ia harus memandang kepada Juruselamat yang menanggung dosa-dosanya. Dan ketika Kristus dinyatakan kepadanya di kayu salib Kalvari, mati di bawah beban dosa seluruh dunia, Roh Kudus menunjukkan kepadanya sikap Allah terhadap semua yang bertobat dari pelanggaran mereka. “Sebab Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). 1SM 213.2
Baca Roma 10:4. Bagaimana kita harus memahami pernyataan Paulus bahwa Kristus adalah “akhir” dari hukum?
“Anugerah yang melimpah telah diberikan agar jiwa yang percaya tetap bebas dari dosa; sebab seluruh surga, dengan sumber dayanya yang tak terbatas, telah disediakan bagi kita. Kita dipanggil untuk mengambil dari sumur keselamatan. Kristus adalah akhir dari hukum bagi kebenaran bagi setiap orang yang percaya. Dalam diri kita sendiri, kita adalah pendosa; tetapi dalam Kristus, kita adalah orang benar. Setelah menjadikan kita benar melalui kebenaran Kristus yang ditimpakan, Allah menyatakan kita benar dan memperlakukan kita sebagai orang benar. Ia memandang kita sebagai anak-anak-Nya yang terkasih. Kristus bekerja melawan kuasa dosa, dan di mana dosa berlimpah, kasih karunia jauh lebih berlimpah. “Oleh karena itu, karena kita dibenarkan oleh iman, kita memiliki damai sejahtera dengan Allah melalui Tuhan kita Yesus Kristus: oleh Dia juga kita memiliki akses oleh iman ke dalam kasih karunia ini di mana kita berdiri, dan bersukacita dalam pengharapan akan kemuliaan Allah” (Roma 5:1, 2). 1SM 394.1
“‘Dibenarkan dengan cuma-cuma oleh kasih karunia-Nya melalui penebusan yang ada di dalam Yesus Kristus: yang telah ditetapkan Allah sebagai korban pendamaian melalui iman dalam darah-Nya, untuk menyatakan kebenaran-Nya bagi pengampunan dosa-dosa yang telah lalu, melalui kesabaran Allah; untuk menyatakan, kataku, pada waktu ini kebenaran-Nya: supaya Ia menjadi adil dan menjadi Pembenar bagi orang yang percaya kepada Yesus’ (Roma 3:24-26). ‘Sebab oleh kasih karunia kamu diselamatkan melalui iman; dan itu bukan dari dirimu sendiri: itu adalah anugerah Allah’ (Efesus 2:8). [Yohanes 1:14-16 dikutip.]1SM 394.2
“Hukum Allah, sebagaimana dicatat dalam Kitab Suci, memiliki tuntutan yang luas. Setiap prinsipnya suci, adil, dan baik. Hukum Allah mengikat manusia kepada-Nya; ia mencakup pikiran dan perasaan; dan ia akan menimbulkan kesadaran akan dosa pada setiap orang yang menyadari telah melanggar tuntutannya. Jika hukum hanya berlaku pada perilaku luar, manusia tidak akan bersalah atas pikiran, keinginan, dan niat yang salah. Namun, hukum menuntut agar jiwa itu sendiri suci dan pikiran kudus, agar pikiran dan perasaan sesuai dengan standar kasih dan keadilan.” 1SM 211.1
“Dalam ajaran-Nya, Kristus menunjukkan betapa luasnya prinsip-prinsip hukum yang diucapkan dari Sinai. Ia menerapkan hukum tersebut secara hidup, di mana prinsip-prinsipnya tetap menjadi standar kebenaran yang besar—standar yang akan digunakan untuk menghakimi semua orang pada hari besar ketika penghakiman akan berlangsung dan kitab-kitab akan dibuka. Ia datang untuk memenuhi semua kebenaran, dan sebagai kepala umat manusia, untuk menunjukkan kepada manusia bahwa ia dapat melakukan pekerjaan yang sama, memenuhi setiap persyaratan yang ditetapkan oleh Allah. Melalui anugerah-Nya yang diberikan kepada agen manusia, tidak ada yang perlu kehilangan surga. Kesempurnaan karakter dapat dicapai oleh setiap orang yang berjuang untuk itu. Ini menjadi dasar dari perjanjian baru Injil. Hukum Yehova adalah pohon; Injil adalah bunga dan buah harum yang dihasilkannya. 1SM 211.2
“Ketika Roh Allah mengungkapkan kepada manusia makna sejati hukum-Nya, terjadi perubahan dalam hatinya. Gambaran yang jujur tentang keadaan sebenarnya yang disampaikan oleh Nabi Nathan membuat Daud menyadari dosa-dosanya sendiri dan membantunya untuk meninggalkannya. Ia menerima nasihat itu dengan rendah hati dan merendahkan diri di hadapan Allah. “Hukum Tuhan,” katanya, “sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar. Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari. Lindungilah hamba-Mu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar. Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya TUHAN, gunung batuku dan penebusku. (Mazmur 19:7-14).” 1SM 212.1