Memahami Sifat Manusia

Pelajaran 3, Triwulan ke-4, 8-14 Oktober 2022

img rest_in_christ
Bagikan Pelajaran ini
005 facebook
001 twitter
004 whatsapp
007 telegram
Download Pdf

Sabat Sore - 8 Oktober

Ayat Hafalan:

“Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” - Kejadian 2:7


“Tetapi apakah yang ditemukan Adam, setelah dia jatuh ke dalam dosa, untuk menemukan arti kata-kata “pada hari engkau memakannya pastilah engkau mati?” Apakah dia dapati, seperti yang dikatakan Setan, bahwa dia akan menjadi lebih mulia dan agung? Dan ada satu kebaikan yang diperoleh dari pelanggaran, dan Setan sudah seperti penolong manusia. Tetapi Adam mendapati bukan ini yang menjadi arti dari kalimat Ilahi itu. Allah menyatakan bahwa sebagai hukuman atas pelanggarannya itu, manusia harus kembali kepada tanah dari mana dia diambil: “engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil.” Kejadian 3:19. Kata-kata Setan, “Matamu akan terbuka,” terbukti benar hanya dalam hal ini saja: Setelah Adam dan Hawa tidak menurut kepada Allah, mata mereka terbuka untuk melihat kebodohan mereka; mereka sekarang mengenal kejahatan dan mereka merasakan buah pahit atas pelanggaran" GC 532.2

“Tak seorang pun aman dalam sehari atau sejam tanpa doa. Terutama kita harus memohon dari Tuhan hikmat untuk mengerti firman-Nya. Di sinilah dinyatakan tipu muslihat si penggoda itu, dan cara mengalahkannya dengan berhasil. Setan ahli dalam mengutip Alkitab, menafsirkan sendiri ayat-ayat itu, dengan harapan membuat kita tersandung. Kita harus mempelajari Alkitab dengan kerendahan hati, jangan sekali-kali kehilangan pandangan terhadap ketergantungan kita kepada Allah. Sementara kita harus senantiasa berjaga-jaga terhadap tipu muslihat Setan, kita harus terus menerus berdoa dalam iman, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” GC 530.2

Minggu - 9 Oktober

Makhluk Hidup

Kejadian 1:24-27; 2:7, 19

Apakah persamaan dan perbedaan yang dapat anda lihat diantara cara Allah menciptakan hewan-hewan dan cara Allah menciptakan manusia? Apakah yang dikatakan Kejadian 2:7 mengenai sifat manusia?

“Sebagai Penguasa Tertinggi alam semesta, Allah telah menetapkan hukum pemerintahan tidak hanya untuk semua makhluk hidup, tetapi juga untuk semua pekerjaan alam. Segala sesuatu, baik besar atau kecil, bernyawa atau tidak bernyawa, berada di bawah hukum tetap yang tidak dapat diabaikan. Tidak ada pengecualian untuk aturan ini; karena tidak ada yang dibuat oleh tangan ilahi yang dilupakan oleh pikiran ilahi. Tetapi sementara segala sesuatu di alam diatur oleh hukum alam, manusia sendiri, sebagai makhluk yang cerdas, yang mampu memahami persyaratannya, dapat menerima hukum moral. Kepada manusia saja, sebagai maha karya ciptaan-Nya, Allah telah memberikan hati nurani untuk mewujudkan tuntutan suci dari hukum ilahi, dan hati yang mampu mencintainya sebagai yang suci, adil, dan baik; dan dari manusia dibutuhkan ketaatan yang segera dan sempurna. Namun Allah tidak memaksanya untuk taat; dia dibiarkan sebagai agen moral yang bebas.” 1SM 216.2

“Mekanisme tubuh manusia tidak dapat dipahami sepenuhnya; hal itu menghadapkan satu rahasia yang membingungkan orang yang paling cerdas. Bukanlah hasil dari suatu mekanisme, yang sekali bergerak akan terus bekerja, maka denyut jantung berlangsung nafas demi nafas. Di dalam Allah kita hidup dan bergerak dan menikmati keadaan kita. Jantung yang berdebar, nadi yang berdenyut, setiap saraf dan otot dalam mekanisme yang hidup, dijaga teratur dan giat oleh Allah yang senantiasa ada.” MH 417.1

Pengkhotbah 3:18-21 – “Aku berkata dalam hatiku akan perihal segala anak Adam itu, bahwa dinyatakan Allah kepada mereka itu kelak, dan mereka akan melihat dirinya adalah binatang. Karena apa yang menimpa anak-anak Adam itu juga menimpa segala binatang; yaitu satu perkara yang menimpa mereka itu : misalnya yang satu mati, demikian pula yang lainnya mati; ya, satu jua nafas pada sekaliannya; tiada barang kelebihan manusia daripada binatang : karena semuanya adalah sia-sia adanya. Sekaliannya pergi kepada satu tempat; sekaliannya berasal dari habu, maka sekaliannya kembali kepada habu. Siapakah yang mengetahui akan roh manusia itu yang naik ke atas, dan roh segala binatang itu yang turun ke bawah bumi?”

Saudara lihat Ilham, pertama-tama membicarakan kepada kita bagaimana manusia itu diciptakan dan seperti apa bentuknya, kemudian Ilham menanyakan : “Siapakah yang mengetahui akan roh manusia itu yang naik ke atas, dan roh binatang yang turun ke bawah bumi?”-- Satu-satunya jawaban yang dapat diberikan ialah bahwa tak seorangpun yang tahu kecuali Allah. Dan karena Ia telah menceritakan kepada kita bahwa tubuh dan jiwa secara bersama-sama, bukan secara terpisah, membentuk jiwa, maka jelaslah bahwa manusia yang mati tidak memiliki jiwa, sehingga tubuhnya kembali kepada habu tanah, dan nafasnya kembali kepada hembusan, yaitu kepada angin. Dan juga, apapun yang menimpa binatang itu pun menimpa manusia. Kedua-duanya mempunyai satu nafas, demikian penjelasan Ilham, dan tidak ada satupun yang lebih daripada yang lainnya.

Senin - 10 Oktober

Orang yang Berbuat Dosa, Itu yang Harus mati

Yehezkiel 18:4; Matius 10:28

Bagaimana ayat-ayat ini dapat membantu kita memahami sifat jiwa manusia?

“Hanya penipu ulung itu saja yang menjanjikan hidup kepada Adam tanpa penurutan. Dan pernyataan ular itu kepada Hawa di Taman Eden – ‘Sekali-kali kamu tidak akan mati,’ – adalah khotbah pertama yang pernah dikhotbahkan mengenai kekekalan jiwa. Namun pernyataan ini, yang semata-mata bersandar kepada kuasa Setan, telah dikumandangkan dari mimbar-mimbar Kekristenan, dan diterima oleh sebagian besar umat manusia sebagaimana diterima oleh nenek moyang kita yang pertama itu. Kalimat Ilahi, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati,” (Yehezkiel 18:20), diartikan menjadi: Orang yang berbuat dosa, tidak akan mati, tetapi akan hidup selamanya. Kita sungguh heran melihat situasi aneh ini yang membuat umat manusia begitu mudah percaya kepada perkataan Setan, dan begitu tidak percaya kepada firman Allah. GC 533.2

Kejadian 2:7 – “Lalu TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.”

Dalam kata-kata firman ini kita diberitahu bahwa Allah membentuk manusia dari debu tanah. Kemudian nafas hidup dihembuskan ke dalam hidungnya, maka demikianlah ia menjadi suatu jiwa yang hidup, bahwa nafas dan tubuh bersama-sama membentuk jiwa. Proses perkembangan ini adalah sama dengan proses pembuatan es -- yaitu temperatur yang rendah dan air membuat es sama seperti tubuh dan nafas membuat jiwa. Sebab itu apabila nafas meninggalkan tubuh, maka manusia tidak lagi merupakan suatu jiwa yang hidup, sama seperti es tidak akan lagi merupakan es setelah ia itu kembali menjadi air. Manusia pada kenyataannya tidak lagi memiliki jiwa di dalamnya setelah nafas meninggalkan tubuhnya, sebab tubuh dan nafas sama-sama membentuk jiwa.

“Aku tahu” kata orang bijak, “bahwa segala sesuatu yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia.” Pengkhotbah 3:14.

Pengkhotbah 9:5, 6 – “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.”

Inilah yang dikatakan Allah tentang jiwa, maka kita harus percaya kepada-Nya gantinya membodohi diri sendiri dengan berbagai teori manusia yang tidak diilhami yang dengan angkuhnya mengatakan bahwa jiwa tidak pernah mati, walaupun Allah mengatakan, “Jiwa yang berbuat dosa itu, akan mati.” Yehezkiel 18 : 4. Karena itulah, ketika manusia mati, maka jiwanya akan lenyap seperti halnya es ketika temperaturnya naik melebihi titik bekunya.

Selasa - 11 Oktober

Roh Kembali kepada Tuhan

Kejadian 2:7; Pengkhotbah 12:1-7

Perbedaan apakah yang dapat anda lihat di antara kedua ayat Alkitabiah ini? Bagaimana ayat-ayat itu menolong kita untuk lebih mengerti mengenai keadaan manusia pada saat mati? (Baca juga Kejadian 7:22)

“Doktrin mengenai kesadaran manusia dalam kematian, terutama dipercayai bahwa roh-roh orang mati kembali untuk melayani orang-orang yang masih hidup, telah menyediakan jalan kepada Spiritisme modern….. Inilah suatu saluran yang dianggap suci, melalui mana Setan bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya. Malaikat-malaikat yang telah jatuh yang melakukan tawaran atau bujukan tampak sebagai juru kabar-juru kabar dari dunia roh. Sementara mengaku membawa orang-orang yang masih hidup berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah mati, raja kejahatan itu melakukan pengaruh sihirnya ke dalam pikiran mereka.” GC 551.2

Yehezkiel 37:1-10 – “Bahwa tangan Tuhan berada di atasku, maka dibawa-Nya aku keluar dalam Roh Tuhan, lalu diturunkan-Nya aku di tengah-tengah lembah yang penuh dengan tulang-tulang orang mati, dan disuruh-Nya aku berjalan melewati semua tulang-tulang itu berkeliling : maka, tengoklah, ada banyak sekali tulang yang berserakan di lembah yang terbuka itu, dan, bahwasanya semua itu kering sekali adanya. Maka katanya kepadaku, hai anak Manusia, dapatkah tulang-tulang ini hidup kembali? Maka jawabku, ya Tuhan Hua, Engkau juga yang maha tahu. Kembali lagi kata-Nya kepadaku, bernubuatlah akan hal tulang-tulang ini, dan katakanlah kepada mereka, hai kamu tulang-tulang kering, dengarkanlah olehmu akan Firman Allah. Demikianlah firman Tuhan Hua kepada tulang-tulang ini. Tengoklah, Aku hendak menghembuskan nafas masuk ke dalam kamu, maka kamu akan hidup kembali : dan Aku akan melapisi otot-otot atas kamu, dan memberikan daging padamu, dan menutupi kamu dengan kulit, dan memasukkan nafas hidup ke dalammu, maka kamu akan hidup kembali; maka kamu akan mengetahui, bahwa Akulah Tuhan.

“Demikianlah aku bernubuat seperti yang diperintahkan kepadaku; maka sementara aku bernubuat terdengarlah suatu bunyi, dan tengoklah terjadilah suatu goncangan, maka datanglah tulang-tulang itu bersama-sama, masing-masing tulang kepada pasangannya. Maka sementara aku mengamat-amatinya, heran, datanglah otot-otot dan daging ke atas tulang-tulang itu, maka kulit menutupinya dari atas : tetapi tidak ada nafas hidup terdapat di dalamnya. Maka kata-Nya kepadaku, Bernubuatlah olehmu kepada angin, bernubuatlah hai anak Manusia, dan katakanlah kepada angin, Demikianlah firman Tuhan Hua; Datanglah dari empat penjuru angin, hai nafas hidup, dan hembuskanlah ke atas orang-orang yang terbunuh ini, supaya mereka dapat hidup kembali. Demikianlah aku bernubuat seperti yang diperintahkan-Nya kepadaku, maka masuklah nafas hidup ke dalam mereka itu, lalu hiduplah mereka, dan berdiri mereka pada kakinya suatu bala tentara yang besar sekali jumlahnya.”

Di sini kita pelajari bahwa proses kebangkitan adalah sama dengan proses kejadian: pertama-tama kerangka dari manusia dibentuk, kemudian tubuhnya, daging, kulit, dan terakhir nafas hidupnya, lalu kembali ia menjadi suatu jiwa yang hidup. Saudara lihat, jiwa manusia atau roh bukanlah dipanggil turun dari surga, atau dipanggil naik dari neraka. Pada kenyataannya, sama sekali bukan sesuatu jiwa yang dipanggil, melainkan angin yang dipanggil dari keempat penjuru mata angin di bumi untuk mengisi paru-parunya sesuai dengan perintah Allah, dan demikianlah ia kembali menjadi suatu jiwa yang hidup. Kemudian, juga, dari bahan-bahan apa manusia pada dasarnya dibentuk, maka dari bahan-bahan itu juga ia akan kembali dibuat, karena tulang-tulang itu datang sambil sama-sama mencari pasangannya. Walaupun demikian, apabila ia diciptakan kembali sedemikian ini ataupun dibangkitkan kembali, ia akan tetap memegang pengetahuan dan ingatannya yang ia miliki pada saat kematiannya, sebab jika tidak, maka manusia yang bangkit itu tidak mungkin adalah dia yang telah mati, dan jika yang sedemikian ini tidak akan menjadi miliknya, maka pengalaman-pengalaman yang diperoleh semasa hidup ini sudah akan lenyap.

Rabu – 12 Oktober

Orang Mati Tidak Tahu Apa-Apa

Ayub 3:11-13; Mzm 115:17; Mzm 146:4

Apa yang dapat kita pelajari dari bacaan-bacaan tentang keadaan orang-orang yang sudah mati?

Akan tetapi tak seorangpun perlu disesatkan oleh pernyataan-pernyataan bohong dari ajaran Spiritualisme. Allah telah mengaruniakan kepada dunia ini terang yang cukup untuk memampukan mereka menemukan jebakan itu. Sebagaimana telah ditunjukkan, teori yang membentuk pondasi yang sebenarnya atas ajaran Spiritualisme itu berlawanan dengan pernyataan-pernyataan yang sangat jelas dari Alkitab. Alkitab mengemukakan bahwa orang-orang mati tidak mengetahui apa-apa, bahwa pikiran mereka telah lenyap; mereka tidak mempunyai bagian di dalam apapun yang dikerjakan di bawah matahari; mereka sama sekali tidak mengetahui kesenangan-kesenangan ataupun kesedihan-kesedihan dari orang-orang yang dulunya sangat mereka kasihi di bumi. GC88 556.1

Barangkali yang terkemuka di antara rombongan orang banyak yang terjerat selagi mereka berusaha dengan sekuat tenaganya untuk melarikan diri dari interpretasi Injil yang diilhami, adalah orang-orang yang fanatik, yang dari padanya terdapat sedikitnya dua kelas orang-orang: yang satu dengan kecenderungan untuk menterjemahkan secara literal (biasa); yang lainnya dengan kecenderungan untuk merohaniahkan.

Ambillah sebagai contoh ucapan pewahyu yang berikut ini: “…..Aku tampak di bawah medzbah jiwa-jiwa dari mereka yang dibunuh karena Firman Allah,…..maka mereka itu berteriak dengan suara keras, katanya, Berapa lamakah, ya Tuhan, yang suci dan benar, mengapakah tidak Engkau mengadili dan membalas darah kami?” Wahyu 6 : 9, 10.

Penterjemah literal di satu pihak akan menginterpretasikan firman ini dengan pengertian bahwa jiwa-jiwa itu sadar dan benar-benar berteriak, walaupun Alkitab secara tegas mengatakan bahwa “orang mati tidak lagi mengetahui apapun.” Pengkhotbah 9 : 5. Dan, juga, sekiranya jiwa-jiwa yang berada di bawah medzbah itu benar-benar berteriak memohon pembalasan terhadap para pembunuh mereka, maka secara konsekwen ucapan Tuhan yang berbunyi: “suara dari darah adik lelakimu itu telah berseru kepada-Ku dari bumi” (Kejadian 4 : 10), dan ucapan yang mengatakan : “sekalian pohon kayu di padang akan menepuk tangannya” (Yesaya 55 : 12), juga harus diinterpretasikan secara literal, walaupun pada kenyataannya ia itu secara fisik adalah mustahil bagi darah untuk berteriak dan bagi pohon-pohon kayu untuk bertepuk tangan.

Jadi bagaimanapun juga, jika sekiranya semua orang dipaksa menerima bahwa darah Habel itu tidak mungkin secara literal berteriak, dan bahwa pohon-pohon kayu hanya dapat secara simbolis bertepuk tangan, maka sekali lagi supaya konsekuen, orang yang menganut interpretasi literal ekstrim itu hendaklah berpegang saja dengan mudah pada keadaan yang nyata bahwa “orang mati tidak mengetahui apa-apa”, dan bahwa mereka itu adalah “tidur” -- dalam keadaan tak sadar. Ia pun harus dengan mudah melihat bahwa jiwa-jiwa orang-orang yang mati syahid itu berseru-seru menuntut pembalasan terhadap pembunuh-pembunuh mereka, dan bahwa darah Habel berteriak-teriak menuntut pembalasan terhadap pembunuhnya, adalah kasus-kasus yang sebenarnya sama baik kondisi maupun keadaan. Keduanya ini menemui ilustrasinya yang tegas dalam ucapan kata-kata puisi berikut ini: “”Kudengar suatu suara yang berseru-seru, suara dari padang ladang yang melayu: Oh Tuhan, kasihanilah akan daku. Biarkanlah hujan turun dari langit. Puaskanlah olehMu jiwaku yang penuh harap ini.”

Bagi jiwa seseorang untuk dipenjarakan secara sadar selama berates-ratus tahun di bawah sesuatu, tanpa berbuat apa-apa selain merana dan merintih menantikan hari pagi kebangkitan itu, sementara it uterus berseru-seru memohon pembalasan atas mereka yang telah menumpahkan darah seseorang, -- betapa sengsara tak tergambarkan bagi jiwa seseorang untuk menderita demikian!

Walaupun demikian, ajaran mengenai keadaan orang-orang mati yang tidak sadar tidak saja menenteramkan pikiran manusia yang bimbang, tetapi juga dianggap berasal dari kasih dan kemurahan Allah terhadap makhluk-makhluk manusia yang tak berdaya, sehingga dengan demikian merupakan satu-satunya pendirian terhadap masalah itu yang dapat menuntun orang-orang berdosa untuk mencintai Allah secara rasional dan untuk percaya pada-Nya.

Kamis - 13 Oktober

Beristirahat Bersama Para Leluhur

Kejadian 25:8; 2 Samuel 7:12 ; 1 Raja - Raja 2:10; 1 Raja - Raja 22:40

Apa yang pelajaran ini tambahkan dalam pengertianmu tentang kematian ?

Di mana pun di dalam Alkitab tidak didapati kalimat yang menyatakan bahwa orang-orang benar menerima upah mereka atau orang-orang jahat menerima hukuman mereka pada waktu meninggal. Para bapa dan nabi tidak meninggalkan jaminan seperti itu. Kristus dan rasul-rasul-Nya tidak memberi petunjuk mengenai hal itu. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa orang mati tidak langsung pergi ke surga. Mereka digambarkan sebagai sedang tidur sampai hari kebangkitan. (1 Tesalonika 4:14; Ayub 14:1012). Pada hari itu bilamana rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan (Pengkhotbah 12:6), pikiran manusia binasa. Mereka yang turun ke dalam kubur berada dalam kesunyian. Mereka tidak lagi mengetahui sesuatu yang dilakukan di bawah matahari. (Ayub 14:21). Perhentian yang berbahagia bagi orang-orang benar yang letih! Waktu, lama atau singkat, hanyalah sebentar bagi mereka. Mereka tidur; mereka dibangunkan oleh sangkakala Allah kepada kekekalan yang mulia. “Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa .... Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (1 Korintus 15:52-54). Sementara mereka dipanggil keluar dari tidur nyenyak mereka, mereka mulai memikirkan waktu di mana mereka berhenti atau meninggal. Perasaan yang terakhir adalah sakitnya kematian, pikiran yang terakhir ialah bahwa mereka sedang jatuh ke bawah kuasa maut. Pada waktu mereka bangkit dari kuburan, pikiran kesukaan pertama akan dikumandangkan dalam pekik kemenangan, “Hai maut, dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu? (1 Korintus 15:55). GC 549.3

Seseorang mungkin bertanya, Jika nama-nama orang mati yang tidak bertahan di dalam Kristus sampai akhir hidup mereka, harus dihapuskan dari kitab kehidupan, lalu mengapa --- KRISTUS BERKHOTBAH KEPADA ORANG MATI?

1 Pet 3:18-20

Dalam kitab suci yang sama yang memunculkan pertanyaan ini, juga jawabannya:

Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang - orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah; Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, yang kadang tidak menurut, ketika pada suatu hari panjang sabar Allah menunggu di zaman Nuh, sementara bahtera sedang dipersiapkan, di mana sedikit, yaitu, delapan jiwa yang diselamatkan oleh air. 1 Pet. 3:18-20.

Ayat ini tidak mengatakan bahwa Kristus secara pribadi, sementara tubuhNya terbaring dalam kubur, berkhotbah kepada roh-roh dalam penjara, seperti yang dimengerti oleh beberapa orang; tetapi, ayat itu mengatakan bahwa Ia, melalui perantaraan Roh oleh Siapa Ia telah dibangkitkan, berkhotbah kepada orang-orang “dalam zaman Nuh, sementara bahtera sedang dipersiapkan.” Ayat itu juga tidak mengatakan bahwa Kristus berkhotbah kepada orang mati, tetapi “kepada roh-roh dalam penjara.” Oleh karena itu, masalah apakah “roh-roh dalam penjara” itu berarti orang mati atau orang hidup, adalah masalah interpretasi, dan interpretasi seperti itu harus datang dari kuasa Ilahi.

Tidak ada di mana pun kita menemukan dalam Alkitab, ketika Ini mengacu pada orang mati, yang menyebut mereka roh, tetapi itu menunjuk kepada yang hidup. Lagipula, Firman dengan jelas mengatakan bahwa “yang hidup tahu bahwa mereka akan mati: tetapi orang mati tidak tahu apa-apa, mereka juga tidak mendapat upah lagi; karena kenangan tentang mereka terlupakan. Juga cinta mereka, dan kebencian mereka, dan kecemburuan mereka, sekarang musnah; mereka juga tidak mendapat bagian lagi untuk selama-lamanya dalam segala hal yang dilakukan di bawah matahari.” Pk. 9:5, 6.

Lebih jauh lagi, Tuhan membuatnya sangat jelas dalam perumpamaan orang kaya dan Lazarus bahwa setelah kematian tidak ada kesempatan sama sekali untuk keselamatan seseorang, – tidak, bahkan untuk setetes air dingin pun, – untuk permohonan orang kaya dalam kematiannya ditolak, dan dia diberitahu: “Nak, ingatlah bahwa kamu dalam hidupmu menerima hal-hal baikmu, dan juga hal-hal jahat Lazarus: tetapi sekarang dia dihibur, dan kamu disiksa. Dan di samping semua ini, antara kami dan Anda ada jurang pemisah yang lebar: sehingga mereka yang akan lewat dari sini ke Anda tidak bisa; mereka juga tidak bisa melewati kita, itu akan datang dari sana. ” Lukas 16:25, 26.

Perumpamaan ini mengajarkan bahwa satu-satunya cara kita dapat diselamatkan dari siksaan neraka adalah dengan “mendengarkan Musa dan para nabi” ketika kita masih hidup, dan bahwa jika kita tidak mendengarnya, maka Tuhan tidak dapat membantu kita setelah kematian. Itu juga mengajarkan bahwa jika kita tidak dibujuk oleh mereka, kita juga tidak akan “diyakinkan, sekalipun oleh seorang yang bangkit dari antara orang mati.” Lukas 16:29-31. Oleh karena itu, karena tidak ada kesempatan untuk keselamatan setelah kematian, maka jika ada, ketika masih hidup, telah gagal untuk mendengar “Musa dan para nabi,” mengapa Kristus harus berkhotbah kepada mereka setelah mereka mati? “Tuhan bukanlah Tuhan orang mati, tetapi Tuhan orang hidup.” Mat. 22:32.

Dengan demikian, “roh-roh dalam penjara” tidak dapat berarti yang lain selain orang-orang sebelum air bah kepada siapa Kristus melalui Roh yang membangkitkanNya, berkhotbah melalui Nuh sebelum air bah, sementara penduduk dunia itu terpenjara oleh keadaan datangnya air bah, dari akibat-akibat tertentu yang tidak dapat mereka hindari. Pernyataan “Di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu,” selanjutnya membuktikan bahwa adalah melalui Roh Kristus dalam khotbah Nuh dimana Kristus sebelum air bah mengunjungi roh-roh dalam penjara dan menyelamatkan delapan jiwa–Nuh dan keluarganya. Jadi, “Roh Kristus yang ada di dalam “nabi-nabi,” juga “memberitahukan, ketika Roh yang sebelumnya memberi kesaksian tentang segala penderitaan yang akan menimpa Kristus dan tentang segala kemuliaan yang menyusul sesudah itu.” 1 Petrus 1:10, 11.

Jumat - 14 Oktober

Pelajaran Lanjutan

Tetapi seseorang bertanya: Jika benar bahwa Kristus tidak berkhotbah kepada orang mati, lalu bagaimana dengan orang mati yang — MENINGGAL TANPA ADANYA SUATU KESEMPATAN?

Hukum kematian tidak dapat dibalikkan oleh ketidaktahuan seseorang akan Tuhan. Lagi pula, Tuhan berfirman kepada nabi-Nya: “Apabila Aku berkata kepada orang jahat, Engkau pasti akan mati; dan engkau tidak memberinya peringatan, atau berbicara untuk memperingatkan orang jahat dari jalannya yang jahat, supaya ia tetap hidup; orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya; tetapi darahnya akan Ku tuntut daripadamu.” Yeh. 3:18. Karena ayat ini dengan jelas mengajarkan bahwa mereka yang telah mati dalam dosa mereka tidak dapat diselamatkan dengan diberikan khotbah setelah kematian, meskipun karena kelalaian penjaga mereka telah dibiarkan tanpa ada suatu kesempatan, maka mereka yang telah mati dalam ketidaktahuan melalui kelalaian mereka sendiri bukannya kelalaian para penjaga, seperti halnya dunia sebelum air bah yang lalu, akan lebih tidak dapat dimaafkan, dan tidak akan memiliki keperluan atau hak untuk disampaikan khotbah setelah kematian, meskipun itu mungkin.

Mereka yang tidak pernah memiliki kesempatan untuk mendengar nabi-nabi, – kepada mereka “langit menyatakan kemuliaan Allah; dan cakrawala menunjukkan pekerjaan tangan-Nya. Hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. Tidak ada ucapan atau bahasa, di mana suara mereka tidak terdengar.” Mazmur 19:1-3. Semua akan diadili menurut terang yang telah diungkapkan Allah kepada mereka. Dan mereka yang memiliki kesempatan, tetapi gagal, untuk belajar tentang Tuhan, tidak akan dihukum karena kesalahan, melainkan karena gagal untuk mengenal kebenaran. Jika demikian halnya, lalu mengapa beberapa orang --- DIBAPTIS BAGI ORANG YANG SUDAH MATI?

1 Korintus 15:29

Paulus, berbicara tentang kebangkitan, menjelaskan kepada jemaat Korintus bahwa jika tidak ada kebangkitan orang mati, maka keselamatan di dalam Kristus juga tidak ada.

“Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus — padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Jika tidak demikian, apakah faedahnya perbuatan orang-orang yang dibaptis bagi orang mati? Kalau orang mati sama sekali tidak dibangkitkan, mengapa mereka mau dibaptis bagi orang-orang yang telah meninggal?” 1 Korintus 15:14-22, 29.

Tidak bisa dipahami dengan tepat dari ayat ini bahwa orang yang hidup akan, atau harus, dibaptis bagi orang mati, karena Paulus tidak mempertanyakan hasil baptisan terhadap mereka yang sudah mati, melainkan hasil baptisan terhadap mereka yang masih hidup, karena ia bertanya: “Apa yang akan mereka [orang hidup] lakukan yang dibaptis bagi orang mati? Bukan: Apa yang akan dilakukan orang mati untuk siapa kita, orang yang hidup, telah dibaptis? Dengan kata lain, pendapatnya adalah bahwa untuk keuntungan mereka sendirilah, mereka "dibaptis bagi orang mati," bukan untuk yang hidup -- bukan dibaptis dengan pemikiran untuk hidup selamanya, melainkan dengan pemikiran untuk mati dengan adanya harapan untuk dibangkitkan pada hari kebangkitan. Karena itulah, mereka dibaptis bagi orang mati (untuk melewati kubur, keadaan kematian), bukan untuk yang hidup, seperti halnya mereka yang dibaptis pada waktu kedatangan Kristus, dan yang akan menjadi kumpulan orang-orang kudus yang abadi yang masih hidup dan tetap tinggal ketika Dia muncul bersama para malaikat-Nya, “akan,” kata Paulus, “diangkat bersama-sama dengan mereka di awan, untuk bertemu dengan Tuhan di angkasa.” 1 Tes. 4:17.

Oleh karena itu, mereka yang didapati hidup ketika Kristus muncul, telah dibaptis sebelum kedatangan-Nya, dibaptis untuk yang hidup dan bukan untuk yang mati, karena mereka tidak akan pernah mati. Pemikiran inilah yang timbul dalam pikiran Roh yang ada dalam diri Paulus, yaitu pertanyaan: “Apakah yang akan mereka lakukan yang dibaptis untuk orang mati, jika orang mati tidak dibangkitkan sama sekali?”

Dan akhirnya, jika orang Kristen mula-mula harus membaptis diri mereka sendiri untuk orang lain yang telah meninggal tanpa baptisan, perintah seperti itu akan diberikan dalam Kitab Suci, dan ritual pembaptisan semacam itu akan dicatat; tetapi Alkitab memerintahkan bahwa baptisan itu hanya untuk orang hidup, kepada siapa dikatakan: “Bertobatlah, dan berilah dirimu dibaptis.” Dan hendaklah imanmu menjadi --- PRAKTIS, BUKAN HANYA SEKEDAR TEORI.

Whatsapp: (+62)812-8772-7543, (+63)961-954-0737
contact@advancedsabbathschool.org