"Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik." - 1 Tesalonika 5:21
“Satu kelompok besar yang kepadanya ditujukan doktrin penyiksaan kekal yang menjijikan didorong oleh kesalahan yang melawan Tuhan. Mereka memandang bahwa Kitab Suci mewakili Tuhan sebagai sesuatu yang penuh cinta dan belas kasihan, dan mereka tidak percaya bahwa Dia akan menghukum ciptaanNya ke dalam api neraka yang menyala-nyala selamanya. Tetapi mereka beranggapan bahwa jiwa- jiwa secara alami akan kekal selamanya, mereka menyimpulkan bahwa semua umat manusia pada akhirnya akan diselamatkan. Banyak yang menganggap Alkitab dirancang hanya untuk menakut-nakuti manusia agar taat, dan tulisan dalam alkitab tidak digenapi secara harfiah. Dengan demikian orang berdosa hidup dalam kesenangannya mementingkan diri sendiri, mengabaikan tuntutan Tuhan, namun berharap akhirnya diterima ke dalam hadirat-Nya. Doktrin seperti itu, yang berharap kemurahan Tuhan, tetapi mengabaikan keadilan-Nya, menyenangkan hati duniawi mereka dan membanggakan orang fasik dalam kedurhakaan mereka....” DD 16.2
Bagaimana anda memahami pernyataan “ulat-ulat mereka tidak mati.” Markus 9:28?
“Setan berlari ke tengah-tengah para pengikutnya dan berusaha menggerakkan orang banyak itu untuk bertindak. Tetapi api dari Allah yang di sorga turun ke atas mereka, dan orang-orang besar, orang-orang yang hebat, para pembesar, yang miskin dan yang malang, semuanya dibakar bersama-sama. Saya melihat bahwa ada yang cepat tewas, sedangkan yang lain menderita lebih lama. Mereka dihukum sesuai dengan perbuatan yang dilakukan dalam tubuh. ada yang terbakar berhari-hari, dan sama lamany sesuai dengan bagian mereka yang belum terbakar, segala perasaan menderita tertinggal. Malaikat itu berkata, “Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, apinya tidak akan padam selama masih ada benda yang terkecil-pun yang menjadi mangsanya.” EW 294.1
Yesaya 66:24: “Maka mereka akan keluar, dan akan melihat akan bangkai-bangkai dari orang-orang yang mendurhaka melawan Aku: Karena cacing-cacingnya itu tidak akan mati, dan api mereka itu pun tidak akan padam; maka mereka itu akan menjadi sesuatu yang menjijikkan bagi segala manusia.” “Karena cacing-cacing mereka itu tidak akan mati, dan api mereka itupun tidak akan padam:” Tubuh manusia dimakan habis oleh cacing, maka artinya cacing-cacing pembasmi ini tidak akan mati sebelum bangkai itu habis menjadi habu. Juga api tidak akan padam sebelum “bangkai-bangkai” itu habis menjadi habu. Alasannya mengapa cacing dan api disebut di sini adalah diceritakan di dalam ayat enam belas: “Karena dengan api dan dengan pedang-Nya Tuhan akan menghukum segala manusia”. Pembinasaan akan diselesaikan oleh keduanya, maka dimana pedang digunakan, cacing akan melaksanakan tugasnya. “Cacing itu tidak akan mati ..... api tidak akan padam”, berarti bahwa nubuatan ini adalah pasti, dan pembinasaan yang diramalkan akan dilaksanakan.
Bagaimanakah kutipan-kutipan ini dapat membantu kita lebih memahami gagasan tentang "api kekal" atau gagasan, seperti yang Yesus telah ungkapkan, bahwa yang hilang akan berada dalam "api kekal" (Mat. 18:8) atau dalam "api yang tidak akan pernah padam"? (Markus 9:43, NKJV).?
“Kita membaca tentang rantai kegelapan bagi pelanggar hukum Allah. Kita membaca tentang ulat yang tidak akan mati, dan tentang api yang tidak akan padam. Demikian itulah digambarkan pengalaman setiap orang yang telah membiarkan dirinya dicangkokkan ke dalam pokok Setan, yang memelihara sifat-sifat dosa. Ketika sudah terlambat, dia akan melihat bahwa dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Allah. Dia akan menyadari bahwa karena pelanggaran, jiwanya terputus dari Tuhan, dan bahwa murka Tuhan ada padanya. Inilah api yang tak terpadamkan, dan oleh api itu setiap orang berdosa yang tidak bertobat akan dibinasakan. Setan terus-menerus berusaha untuk menuntun manusia ke dalam dosa, dan dia yang mau untuk dituntun, yang menolak untuk meninggalkan dosa-dosanya, dan membenci pengampunan dan kasih karunia, akan menderita akibat dari perbuatannya.” ST 14 April 1898, par. 13
Yesaya 66:24 – “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepada-Ku. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup.
Walaupun ayat-ayat sebelumnya dari pasal ini tidak banyak dipelajari oleh siapapun, namun dua ayat yang terakhir ini sering sekali dibicarakan dan diperdebatkan oleh banyak orang. Bagi beberapa orang mereka artikan bahwa akan ada suatu penyiksaan kekal. Namun apakah Alkitab pada umumnya menunjang pendapat yang sedemikian ini? – Tidak ada. Definisi dari “bangkai-bangkai” ialah “tubuh-tubuh yang tidak bernyawa.” Dan nabi Maleakhi mengatakan: “Bahwa sesungguhnya hari itu datang, menyala seperti perapian, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang berbuat fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang itu, firman Tuhan semesta alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang mereka. Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang. Kamu akan menginjak-injak orang-orang fasik, sebab mereka akan menjadi abu di bawah telapak kakimu, pada hari yang Kusiapkan itu, firman Tuhan semesta alam.” Mal. 4:1-3.
Pada mulanya bangkai-bangkai dan pada akhirnya abulah hamba-hamba yang tidak setia berada di bawah kaki-kaki orang-orang suci, tidak dapat menunjukkan bahwa orang-orang yang tidak setia itu didorongkan ke dalam “api neraka,” untuk hidup selamanya di sana. Lagi pula karena hanya orang-orang benar diberikan hidup kekal, maka orang-orang jahat harus diberikan kematian yang kekal. Selanjutnya, “mati yang kedua” (Wahyu 20 : 14) tak mungkin berarti “kehidupan yang kedua.”
Teori tentang penyiksaan kekal secara picik berasal dari kata-kata, “cacing mereka itu tidak akan mati.” “Cacing mereka,” cacing yang menggerogoti bangkai-bangkai mereka itu, tidak mungkin berarti jiwa orang-orang itu. Setidaknya itu tak dapat dimaksudkan sedemikian bagi orang yang menggali sampai dalam ke dalam sumur keselamatan dan yang dapat berpikir bagi dirinya sendiri. Orang yang sedemikian ini membaca di antara baris-baris dan mencatat nilai penuh dari tiap-tiap kata. Jika “cacing” berarti sesuatu, maka itu berarti bahwa cacing itu bertumbuh subur pada bangkai-bangkai itu, bahwa ia itu adalah agen yang menghabiskan bagian-bagian bangkai-bangkai itu sampai tinggal unsur-unsurnya yang semula. Benar, “cacing itu tidak akan mati”; ia pasti akan menyelesaikan pekerjaan pengrusakannya; bangkai-bangkai itu akan Ia turunkan sampai menjadi abu, “karena kamu adalah abu”, demikianlah kata Alkitab, “dan engkau akan kembali menjadi abu.” Kejadian 3:19. Adalah oleh agen penghancur inilah, maka cacing perusak itu tidak akan mati. Lagi pula kepada kita diceritakan, bahwa jiwa yang berdosa, ia itu akan mati. (Yeheskiel 18:4).
Jelaslah terlihat, bahwa khotbah tentang penderitaan kekal di dalam api neraka sebagai gantinya kematian kekal, adalah dipromosikan oleh apa yang dikenal sebagai penarik-penarik jiwa yang sembrono yang berusaha menarik para pendengarnya ke dalam gereja dengan cara ditakut-takuti. Tetapi kalau saja mereka mengerti, bahwa hanya orang-orang yang dilahirkan kembali melalui kasih terhadap Kebenaran yang diberi hak untuk masuk ke dalam Kota Suci itu, kalau saja mereka mengetahui, bahwa orang-orang yang harus takut di dalamnya adalah disingkirkan, kalau saja mereka mengetahui bahwa setiap perkara yang menipu juga tidak akan diberikan hak untuk masuk ke sana, – jika mereka dengan sepenuh hati mengetahui akan semuanya ini, maka mereka mungkin akan berhenti mengkhotbahkan kehidupan kekal di dalam api neraka, dan mulai mengkhotbahkan kasih yang kekal terhadap Kebenaran…
Bagaimana kutipan-kutipan ini membantah teori Api Penyucian?
“Pertanyaan mengenai Kekekalan
“Suatu hari saya mendengarkan percakapan antara ibu saya dan saudara perempuan saya, sehubungan dengan wacana yang baru saja mereka dengar, yang menyatakan bahwa jiwa tidak memiliki kekekalan alami. Beberapa bukti tertulis dari pendeta diulangi. Saya ingat di antaranya yang sangat mengesankan saya: "Orang yang berbuat dosa, itu akan mati." Yehezkiel 18:4. “Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati tak tahu apa-apa.” Pengkhotbah 9:5. “Yaitu saat yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya dan yang penuh bahagia, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan; Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut.” 1 Timotius 6:15, 16. “Bagi mereka yang dengan sabar terus berbuat baik mencari kemuliaan dan kehormatan dan keabadian, hidup kekal.” Roma 2:7. CET 39.4
“’Mengapa,’ kata ibu saya, setelah mengutip perikop sebelumnya, ‘mereka harus mencari apa yang telah mereka miliki?’ CET 40.1
“Saya mendengarkan ide-ide baru ini dengan penuh minat dan bersemangat. Saat sendirian dengan ibu saya, saya bertanya apakah dia benar-benar percaya bahwa jiwa tidak abadi. Jawabannya adalah, bahwa dia khawatir kami salah dalam hal itu, dan juga dalam beberapa hal lainnya. CET 40.2
“’Tetapi, Ibu,’ kata saya, ‘apakah ibu benar-benar percaya bahwa jiwa tidur di kuburan sampai kebangkitan? Apa ibu pikir bahwa ketika orang Kristen meninggal, dia tidak langsung pergi ke surga, dan orang berdosa tidak langsung ke neraka?’ CET 40.3
Dia menjawab: “Alkitab tidak memberi kita bukti bahwa ada neraka yang menyala-nyala selamanya. Jika ada tempat seperti itu, itu harus disebutkan dalam Kitab Suci.” CET 40.4
“‘Kenapa, ibu!’ saya berseru dengan heran, ‘ini pembicaraan yang aneh! Jika ibu mempercayai teori aneh ini, jangan beri tahu siapa pun; karena saya takut bahwa orang-orang yang suka berbuat dosa akan merasa aman karena kepercayaan ini, dan tidak pernah berhasrat untuk mencari Tuhan.’ CET 40.5
“‘Jika ini adalah kebenaran Alkitab yang masuk akal,’ jawabnya, “maka ia itu akan menjadi sarana untuk memenangkan mereka bagi Kristus, bukan menghalangi keselamatan orang berdosa. Jika kasih Allah tidak membuat pemberontak menyerah, kengerian akan neraka yang kekal tidak akan mendorongnya untuk bertobat. Selain itu, sepertinya bukan cara yang tepat untuk memenangkan jiwa bagi Yesus dengan menggunakan salah satu atribut pikiran yang paling rendah—ketakutan yang hina. Kasih Yesus menarik; kasih itu akan menaklukkan hati yang paling keras. CET 40.6
“Beberapa bulan setelah percakapan ini barulah saya mendengar lebih lanjut mengenai doktrin ini; tetapi selama waktu itu saya terus memikirkan masalah tersebut. Ketika saya mendengarnya dikhotbahkan, saya percaya itu adalah kebenaran. Sejak terang mengenai tidurnya orang mati muncul di benak saya, misteri yang menyelimuti masalah kebangkitan lenyap, dan peristiwa besar itu sendiri mengambil makna baru dan besar. Pikiran saya sering terganggu oleh upayanya untuk mencocokkan hadiah atau hukuman langsung bagi orang mati dengan fakta yang tidak diragukan mengenai kebangkitan dan penghakiman yang akan datang. Jika pada saat kematian, jiwa masuk ke dalam kebahagiaan atau kesengsaraan kekal, di mana perlunya kebangkitan tubuh yang malang dan membusuk? CET 41.1
“Tetapi iman yang baru dan indah ini mengajarkan kepada saya alasan mengapa para penulis yang diilhami telah begitu memikirkan kebangkitan tubuh; itu adalah karena seluruh makhluk tertidur di kuburan. Sekarang saya dapat dengan jelas melihat kekeliruan dari pendirian kita sebelumnya dalam pertanyaan ini. CET 41.2
Bagaimana kutipan-kutipan ini memancarkan terang mengenai keadaan orang mati dan orang-orang yang menunggu kebangkitan?
“Teori kebakaan atau kekekalan jiwa adalah salah satu doktrin palsu, yang diambil Roma dari kekafiran yang kemudian dimasukkan ke dalam agama Kekristenan. Martin Luther mengelompokkannya dengan “cerita-cerita dongeng yang mengerikan yang merupakan bagian dari keputusan-keputusan Roma yang menjijikkan.” – Petavel, E. “The Problem of Immortality hlm. 255. Mengomentari kata-kata Salomo dalam buku Pengkhotbah, yang mengatakan bahwa orang mati tidak mengetahui apapun, Pembaru itu berkata, “Suatu tempat lain membuktikan bahwa orang yang mati tidak mempunyai…..perasaan. Katanya, tidak ada kewajiban, tidak ada ilmu, tidak ada pengetahuan dan tidak ada hikmat di sana. Salomo berpendapat bahwa orang mati adalah tidur, dan tidak merasa sama sekali. Orang-orang yang mati terbaring di sana, tidak memperhitungkan hari atau tahun, tetapi bilamana mereka bangun, mereka akan tampak seperti tidur semenit saja. ”Luther’s Exposition of Solomon's Booke Called Eclesiastes” hlm. 152
“Di mana pun di dalam Alkitab tidak didapati kalimat yang menyatakan bahwa orang-orang benar menerima upah mereka atau orang-orang jahat menerima hukuman mereka pada waktu meninggal. Para bapa dan nabi tidak meninggalkan jaminan seperti itu. Kristus dan rasul-rasul-Nya tidak memberi petunjuk mengenai hal itu. Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa orang mati tidak langsung pergi ke surga. Mereka digambarkan sebagai sedang tidur sampai hari kebangkitan. (1 Tesalonika 4:14; Ayub 14:10-12). Pada hari itu bilamana rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan (Pengkhotbah 12:6), pikiran manusia binasa. Mereka yang turun ke dalam kubur berada dalam kesunyian. Mereka tidak lagi mengetahui sesuatu yang dilakukan di bawah matahari. (Ayub 14:21). Perhentian yang berbahagia bagi orang-orang benar yang letih! Waktu, lama atau singkat, hanyalah sebentar bagi mereka. Mereka tidur; mereka dibangunkan oleh sangkakala Allah kepada kekekalan yang mulia. “Sebab nafiri akan berbunyi dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa….. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan yang tertulis: Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (1 Korintus 15:52-54). Sementara mereka dipanggil keluar dari tidur nyenyak mereka, mereka mulai memikirkan waktu di mana mereka berhenti atau meninggal. Perasaan yang terakhir adalah sakitnya kematian, pikiran yang terakhir ialah bahwa mereka sedang jatuh ke bawah kuasa maut. Pada waktu mereka bangkit dari kuburan, pikiran kesukaan pertama akan dikumandangkan dalam pekik kemenangan, “Hai maut, dimanakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu? (1 Korintus 15:55) GC 549.3
Mengapa rasul Yohanes membatasi “hidup kekal” hanya kepada mereka yang di dalam Kristus?
“Kekekalan, yang dijanjikan kepada manusia dengan syarat penurutan, telah hilang lenyap oleh pelanggaran. Adam tidak dapat meneruskan kepada keturunannya apa yang tidak ia miliki, dan tentu saja tidak ada pengharapan bagi umat manusia kalau saja Allah tidak membuat kekekalan itu dapat dijangkau mereka oleh pengorbanan Anak-Nya. Pada waktu “maut” itu menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa,” Kristus “yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak binasa.” Roma 5:12; 2 Timotius 1:10. Dan hanya melalui Kristuslah kekekalan atau hidup yang tidak akan binasa itu dapat diperoleh. Yesus berkata, “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup.”
Yohanes 3:36. Setiap orang boleh memiliki berkat yang tak ternilai harganya ini jikalau ia memenuhi syarat - syaratnya. Akan diberikan “hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan.” Roma 2:7. GC 533.1
“Hanya penipu agung itu saja yang menjanjikan hidup kepada Adam tanpa penurutan. Dan pernyataan ular itu kepada Hawa di Taman Eden–”Sekali-kali kamu tidak akan mati,” –adalah khotbah pertama yang pernah di khotbahkan mengenai kekekalan jiwa. Namun pernyataan ini, yang didasarkan sama sekali kepada kuasa Setan, telah dikumandangkankan dari mimbar-mimbar Kekristenan., dan diterima oleh kebanyakan umat manusia sebagaimana diterima oleh nenek moyang kita yang pertama itu. Kalimat Ilahi, “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati,” Yehezkiel 18:20, diartikan menjadi, orang yang berbuat dosa, tidak akan mati, tetapi akan hidup selamanya. Kita sungguh heran melihat situasi aneh ini yang membuat umat manusia begitu mudah percaya kepada perkataan Setan, dan begitu tidak percaya kepada firman Allah.” GC 533.2
“Kalau saja mereka yang hidupnya dihabiskan dalam pemberontakan melawan Allah tiba-tiba dibawa ke surga dan menyaksikan kesempurnaan yang tinggi dan suci yang pernah ada di sana, – setiap jiwa dipenuhi dengan kasih, setiap wajah berseri-seri dengan sukacita, musik yang memikat dalam alunan merdu naik untuk menghormati Allah dan Anak Domba, dan aliran cahaya yang tak henti-hentinya mengalir ke atas orang-orang yang ditebus dari wajah Dia yang duduk di atas takhta, – bisakah mereka yang hatinya dipenuhi dengan kebencian terhadap Tuhan, terhadap kebenaran dan kekudusan, menyatu dengan kepenuhan surga dan ikut dalam lagu pujian mereka? Mampukah mereka tahan terhadap kemuliaan Allah dan Anak Domba? Tidak, tidak akan; tahun-tahun percobaan sudah diberikan kepada mereka, agar mereka dapat membentuk tabiat surga; tetapi mereka tidak pernah melatih pikiran untuk mencintai kesucian; mereka tidak pernah belajar bahasa surga, dan sekarang sudah sangat terlambat. Kehidupan yang memberontak melawan Allah telah membuat mereka tidak layak untuk masuk surga. Kemurnian, kesucian, dan kedamaiannya akan menjadi siksaan bagi mereka; kemuliaan Allah akan menjadi api yang menghanguskan. Mereka ingin lari dari tempat kudus itu. Mereka akan menyambut kebinasaan, agar mereka dapat disembunyikan dari wajah Dia yang telah mati untuk menebus mereka. Nasib orang jahat ditentukan oleh pilihan mereka sendiri. Penolakan mereka dari surga adalah dengan sukarela mereka lakukan, dan adil dan penuh belas kasihan ada di pihak Allah…” DD 16.5